BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 20 Juni 2009

Indonesia sebagai Lumbung Bioenergi Dunia

Ditulis oleh Ibrahim pada 13-11-2007

Perkembangan penelitian di bidang bioenergi, bukanlah barang baru di dunia ini. Penjajakan peluang aplikasi bioenergi untuk di industrialisasi telah lama didengungkan, dan sekarang telah memasuki tahapan produksi secara massal dan siap di komersialisasikan. Diharapkan dalam beberapa tahun mendatang, bioenergi akan menjadi alternatif dan mampu bersaing dengan minyak dan gas bumi (migas) dalam mempertahankan ketahanan energi di dunia.

Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mempunyai potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan baku bioenergi. Disini yang dimaksud bioenergi sudah termasuk pemanfaatan biomassa, biodiesel, bioetanol, dan biogas sebagai sumber energi alternatif.

Biomassa

Biomassa merupakan bahan hayati yang biasanya dianggap sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara di bakar. Terkadang kita tidak tahu bahwa banyak hal yang bisa dimanfaatkan dari sisa-sisa makanan atau barang yang kita anggap sebagai sampah. Biomassa tersebut dapat diolah menjadi bioarang, yang merupakan bahan bakar yang memiliki nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, saat ini sedang digencarkan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku dalam teknologi biomassa untuk diolah sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Atau batok kelapa sawit yang dijadikan briket yang saat ini pengembangannya mulai dilirik oleh para peneliti.

Biodiesel

Penelitian di bidang biodiesel sejauh ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Biodiesel merupakan bahan bakar yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Bahan bakar ini ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah, memiliki cetane number yang lebih tinggi, pembakaran lebih sempurna, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic).

Pembuatan biodiesel dari minyak nabati dilakukan dengan mengkonversi trigliserida (komponen utama minyak nabati) menjadi metil ester asam lemak, dengan memanfaatkan katalis pada proses metanolisis/esterifikasi. Di Indonesia, potensi bahan baku biodiesel sangat melimpah. Saat ini Indonesia adalah negara penghasil minyak nabati terbesar di dunia, bahan baku minyak nabati meliputi asam lemak dari kelapa sawit, jarak pagar, kelapa, sirsak, srikaya, kapuk, dan alga.

Bioetanol

Untuk menganti premium, alternatifnya adalah gasohol (gasoline-alkohol) yang merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Bioetanol bersumber dari karbohidrat yang potensial sebagai bahan baku seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan tebu. Dari beberapa bahan baku tersebut, diketahui bahwa tanaman jagung merupakan pakan unggulan untuk bahan utama bioetanol karena selain dari segi ekonomis tergolong murah, jumlah hasil bioetanol yang dihasilkan jagung ternyata lebih besar diantara tanaman lain.

Setelah bahan baku diatas melalui proses fermentasi, dihasilkanlah etanol. Dan dari etanol dapat dibuat etanol 99,5% atau fuel grade ethanol yang bisa digunakan untuk campuran gasohol. Di dalam etanol, terdapat 35% oksigen yang dapat meningkatkan efisiensi pembakaran mesin dan juga meningkatkan angka oktan seperti zat aditif Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL). Selain itu, etanol juga bisa terurai sehingga dapat mengurangi emisi gas buang berbahaya.

Biogas

Peluang pengembangan bioenergi khususnya biogas, juga dimungkinkan untuk berkembang di Indonesia baik untuk aplikasi industri skala kecil dan menengah. Berbagai sampah organik dan limbah-limbah agroindustri merupakan bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi biogas melalui pemanfaatan teknologi anaerobik. Pada prinsipnya, teknologi anaerobik adalah proses dekomposisi biomassa secara mikrobiologis dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen).

Secara garis besar bahan baku yang diperlukan adalah biomassa (residu mahluk hidup), mikroorganisme, dan air. Produk utama dari biogas ini adalah gas metana dan pupuk organik. Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah lingkungan, karena dapat terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan asap yang bepengaruh buruk terhadap kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas metana merupakan gas yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari memasak, hingga penggerak turbin pembangkit listrik tenaga uap.

Penutup

Menilik pada potensi negara Indonesia yang besar terutama untuk ketersediaan bahan baku, sudah sepantasnya negara Indonesia berani memproklamirkan diri sebagai negara lumbung bioenergi dunia. Berbagai tantangan kedepannya dalam pengembangan bioenergi ini, terutama pada aspek modal/investasi, perangkat hukum, pengembangan teknologi, permasalahan hambatan sosial, dan keterbatasan pasar dan penguna, hendaknya menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait untuk mencari solusinya. Diharapkan dalam beberapa dekade ke depan, Indonesia dapat menjadi macan dunia dalam bidang energi. Dalam mencapai harapan tersebut, harus disadari bahwa keberhasilan tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil kerja keras dari semua pihak/stakeholders.

Daftar Pustaka

  • Beni Hermawan, Lailatul Q, Candrarini P, Sinly Evan P. 2007. Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas. Situs Web Kimia Indonesia.
  • Hernawati, Sinly Evan Putra, Ibrahim. 2007. Bioenergi Sedang Naik Daun. Majalah Natural Edisi 12/Thn VIII/Agustus 2007. Bandar Lampung.
  • Ibrahim. 2007. Potensi Energi Terbarukan di Indonesia. Majalah Natural Edisi 12/Thn VIII/Agustus 2007. Bandar Lampung.
  • Ibrahim. 2007. Gasohol, Energi Ramah Lingkungan. Majalah Natural Edisi 12/Thn VIII/Agustus 2007. Bandar Lampung.
  • Ibrahim. 2007. Lampung sebagai Lumbung Energi Alternatif Nasional. Majalah Natural Edisi 12/Thn VIII/Agustus 2007. Bandar Lampung.
  • Sinly Evan Putra. 2005. Konservasi dan Diversifikasi Energi, Solusi Mengatasi Krisis Energi dan Pencemaran Udara di Indonesia. Karya Ilmiah Mahasiswa Bidang Lingkungan Hidup. Universitas Lampung.
  • Wasinton Simanjutak. 2007. Teknologi Anaerobik untuk Pemanfaatan Sampah dan Limbah Agroindustri. Majalah Natural Edisi 12/Thn VIII/Agustus 2007. Bandar Lampung.

Ampas kopi sebagai bahan alternatif bahan biosolar

Ditulis oleh Tomi Rustamiaji pada 15-01-2009

Para peneliti di Nevada telah melaporkan bahwa ampas kopi dapat memberikan sebuah alternatif bahan biosolar untuk mobil dan truk yang murah, berlimpah, dan ramah lingkungan.

Dalam studi terbaru, Mano Misra, Susanta Mohapatra, dan Narasimharao Kondamudi mengatakan bahwa halangan utama dari penggunaan luas dari biosolar adalah rendahnya kesediaan bahan baku yang berkualitas untuk menghasilkan energi baru ini. Ampas kopi mengandung minyak dengan 11-20% berat. Jumlah ini setara dengan bahan baku biosolar tradisional seperti kelapa sawit atau kacang kedelai.

Para petani menghasilkan lebih dari 16 milyar pon kopi diseluruh dunia tiap tahun. Ampas kopi dari produksi espresso, cappucino, dan kopi jawa seringkali berakhir di tempat sampah atau digunakan sebagai pupuk. Namun, ilmuwan memperkirakan bahwa sebenarnya ampas kopi memiliki potensial untuk menambah 340 juta galon biosolar kepada pasokan bahan bakar dunia.

Untuk memvalidasi ini, para ilmuwan ini mengumpulkan ampas kopi dari sebuah ritel penyedia kopi cepat saji dan mengekstrak minyaknya. Mereka kemudian menggunakan proses mudah nan murah untuk merubah 100 persen minyaknya menjadi biosolar.

Hasil dari bahan bakar berbasis kopi ini − yang memiliki bau kopi − memiliki keuntungan besar dalam hal kestabilan dibandingkan biosolar tradisional karena kandungan antioxidan tinggi di dalam kopi ungkap para peneliti. Limbah padat yang tersisa dari konversi ini dapat dirubah menjadi etanol atau digunakan sebagai kompos. Para peneliti memperkirakan bahwa proses ini dapat menghasilkan keuntungan lebih dari $8 juta dollar di Amerika saja. Mereka berencana untuk mengembangkan sebuah pabrik skala kecil untuk menghasilkan dan menguji bahan bakar eksperimen dalam rentang waktu enam hingga delapan bulan ke depan.

Biosolar adalah sebuah pasar yang sedang menggeliat. Para ahli memperkirakan bahwa produksi global tahunan dari biosolar akan mencapai angka tiga milyar galon di tahun 2010. Bahan bakar ini dapat dibuat dari minyak kedelai, minyak kelapa sawit, minyak kacang, dan minyak sayuran lainnya; lemak hewani dan bahkan minyak bekas menggoreng dari restoran cepat saji. Biosolar juga dapat ditambahkan ke dalam solar biasa. Selain itu produk ini dapat dijadikan produk tersendiri dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin-mesin diesel.

Minyak Goreng Jelantah untuk Mesin Diesel

Ditulis oleh Redaksi chem-is-try.org pada 25-09-2001

Baru-baru ini sebuah perusahaan di kagoshima bernama Nanko mengumumkan penjualan mesin diesel pembangkit listrik [TYPE ME-40] yang siap dipakai oleh konsumen. Yang menarik dari mesin ini adalah bahan bakarnya yang terbuat dari minyak goreng jelantah yang telah disaring dan dicampur dengan methanol. Menurut direktur perusahaan, H. Ueda (no telp. 0992-67-0505) mesin ini akan dijual dengan harga 3 juta yen, dengan target pembeli dari beberapa restoran dan PT kecil di sekitarnya. Dan masih menurutnya juga bahwa target penjualan sekitar 3 atau 4 buah perbulan.

Sebenarnya pembuatan mesin pendaur-ulang minyak goreng dari tumbuh-tumbuhan tersebut sudah dimulai sejak tahun 1998 bekerja sama dengan Universitas Kagoshima. Bekas minyak goreng yang diperoleh dari rumah tangga, restoran dan PT pemproduksi makanan, dapat dimanfaatkan kembali dengan mencampurkan methanol dan suatu katalis sebagai ganti solar pada mesin diesel. Sementara itu mesin sebelumnya dengan type ME-200 (ukuran: 1X1,5X0,9 meter kubik, berat: 220 kg) telah memasuki pasaran di Jepang.

Prosentasi daur ulang minyak goreng jelantah tersebut mencapai kurang lebih 95 %, dimana untuk pendaur-ulangan 1 liter minyak tersebut membutuhkan biaya listrik dibawa 1 yen. Dibandingkan dengan minyak solar, kelebihan bahan bakar baru tersebut adalah penurunan gas buang smoke sampai 30 %, karbon mono oksida, 20 % dan tidak mengeluarkan gas buang NOx yang disinyalir sebagai penyebab terjadinya hujan asam.

Sumber : Berita Iptek